Pada hari pertama perjalanan di ranah minang, kami sekeluarga menyambangi salah satu objek wisata yang cukup masyhur di Sumatera Barat, Danau Kembar yang terletak di daerah Alahan Panjang.
Dengan jarak sekitar 48 km, perjalanan ini ditempuh dalam waktu kurang lebih 2,5 jam, maklum saja jalur berliku menyusuri pegunungan ditambah kondisi jalan yang dalam proses perbaikan, membuat perjalanan relatif sangat lama.
Sepanjang perjalanan sebelum memasuki daerah Solok, didominasi oleh tanjakan curam dan berliku yang sedang dalam proses pengecoran jalan beton. Persis di tugu selamat datang Solok, kondisi jalan langsung berubah menjadi jalanan aspal yang lebih umum ditemui, yang dihiasi oleh perkebunan teh di kanan-kiri jalan. Suasananya mengingatkan saya akan perjalanan di daerah puncak ataupun lembang.
Danau Diateh
Danau Kembar terdiri dari 2 buah danau, danau Diateh (di atas) dan danau Dibawah. Danau Diateh dapat diakses hingga bibir danau dengan mudah, sebaliknya danau Dibawah membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama untuk mencapai pinggirnya.
Kami mengunjungi danau Diateh melalui sebuah resort yang menjorok ke arah danau, cukup dengan membayar retribusi resmi sebesar Rp 4.000,- kami bisa masuk ke resort ini.
Dengan luas kurang lebih 12 km2 , danau Diateh menawarkan pemandangan yang elok, dengan bunyi angin yang menembus barisan pohon cemara menguatkan kesan alaminya. Patut dicatat, ketika kami berkunjung anginnya sangat kencang dengan suhu udara yang mungkin berkisar 15°C airnya pun terasa sangat dingin, sangat disarankan untuk menggunakan jaket untuk menambah kenyamanan ketika berjalan-jalan disana.
Di area resort danau Diateh, kita bisa menjumpai banyak warung-warung persis di pinggiran danau, agak aneh sebetulnya karena area ini merupakan area resort yang seharusnya tertutup dari pedagang, atau memang peraturannya membolehkan? Menurut pendapat saya area resort ini juga agak kurang terawat, banyak bangunan yang terlihat usang dan jauh dari kesan terawat, ambil contoh saja rumput di area bermain yang tumbuh tinggi, jelas menunjukkan jarang dipotong oleh penjaga resortnya.
Sembari melepas lelah kami mampir di salah satu warung di pinggir danau, yang hampir seluruh bagiannya ditutupi oleh plastik transparan guna mengurangi terpaan angin. Ternyata harga makanan dan minuman disini sangat terjangkau, apalagi jika dibandingkan dengan di Jakarta, beruntung sudah jadi kebiasaan saya untuk menanyakan harga sebelum bersantap.
Danau Dibawah
Untuk menyaksikan panorama danau Dibawah, kami menuju tempat yang disebut dengan panorama. Pengalaman buruk kembali kami rasakan, ada orang-orang yang melakukan pungli untuk masuk ke area tersebut, yang saya kira tidak layak terjadi jika daerah wisata ini ingin berkembang.
Pada saat mencapai puncak dari daerah Panorama, Danau Dibawah dapat dilihat sekilas sambil digayuti awan mendung di permukaannya. Sayang gerimis mulai turun, jadi kami tidak sempat berlama-lama disana. Sekali lagi patut disayangkan banyak sampah berserakan di area tersebut, pastinya mengurangi kenyamanan bagi pengunjungnya.
Sitinjau Lauik
Sitinjau Lauik yang artinya kurang lebih “meninjau laut” atau “melihat laut”, merupakan suatu area di sisi bukit yang kami lalui ketika dalam perjalanan pulang ke kota Padang. Sebenarnya lokasi ini seperti sebuah shelter di pinggir jalan saja, dan memang menyajikan pemandangan memikat ke arah samudera indonesia, dan lampu-lampu kota padang, namun sayang waktu kami berkunjung lampu-lampu kota justru belum menyala. Seperti tipikal tempat wisata lain, disini juga banyak penjaja makanan yang menawarkan dagangannya, jadi tidak perlu khawatir kekurangan logistik.
Sekitar pukul 18.30 kami berhenti sesaat disana untuk mengabadikan momen sunset yang cukup memukau, walaupun sedikit tertutup awan.
Berakhir sudah perjalanan hari pertama di Sumatera Barat, esok hari tujuan kami adalah ke daerah Bukit Tinggi, sebuah kota bersejarah di dataran tinggi Sumatera Barat.
Amika An
Panji Tri Atmojo