Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Desa Trunyan, dapat diakses menggunakan speed boat dari pelabuhan Kedisan, Kintamani dengan waktu tempuh 30 – 45 menit (tergantung pada cuaca). Biaya resmi yang ditawarkan di loket berkisar 450 – 460 rb per perahu dengan daya angkut 7 penumpang, jadi per orang kena biaya sekitar 65 ribu rupiah saja. Sayangnya proses pembayaran tidak dilakukan di loket malah orang-orang dari pelabuhan yang menawarkan jasanya dengan biaya 100 ribu per orang, dan tentu saja ini bukan pungutan resmi, karena tidak ada tiket yang diberikan Eksotisme trunyan Bali | the atmojo. (tolong ya para pemangku kepentingan disana untuk mengatur hal tersebut).

Sepanjang perjalanan menggunakan speedboat, kami disuguhi pemandangan menarik di sisi barat berupa gunung Batur muda, dan di sisi timur gunung Abang yang tinggal separuh saja akibat letusan gunung Batur purba.

Tujuan kami sesungguhnya bukanlah desa Trunyan, namun ke arah pekuburan trunyan yang tersohor dengan tradisi pemakaman uniknya, jenazah disana  tidak dikubur ataupun dikremasi. Pekuburan Trunyan yang kami tuju, terpisah oleh perairan dari desa Trunyan itu sendiri.

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Gerbang Kuburan Trunyan dari kejauhan

Dari kejauhan mulai nampak dermaga tujuan kami yang menjadi pintu gerbang ke kuburan Trunyan. Tertutup oleh tanaman hijau lebat dan air yang berwarna hijau pekat menambah kesan sunyi dan ‘angker’ kuburan Trunyan. Beberapa orang nampak bercengkrama di sekitar dermaga Trunyan, yang konon mereka adalah para penduduk lokal yang menjadi tour guide disana.

Gerbang Kuburan Trunyan

Setelah speedboat menepi di dermaga yang jelas-jelas sudah tidak terawat kami disambut oleh gerbang khas bali yang berhiaskan tengkorak manusia (asli). Terlihat jelas disekitar tengkorak tersebut ada bungkusan plastik berisi cairan berwarna hitam, puntung rokok yang masih utuh dan… gelas air mineral bekas !!!. Kalau cairan dan puntung rokok mungkin merupakan bentuk sesaji disana, tapi kalau gelas air mineral bekas??? Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Tengkorak di Gerbang Pekuburan Trunyan

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Pohon Taru Menyan

Melanjutkan perjalanan ke arah kuburan kami disambut oleh pohon “Taru Menyan” yang konon sudah berusia ratusan tahun dan konon pula hanya ada satu pohon taru menyan di dunia.

Konon pula berdasarkan informasi dari guide lokal, pohon “Taru Menyan” inilah yang menyebabkan kuburan tidak menyebarkan bau busuk walaupun jenazah hanya diletakkan di permukaan tanah.

Dari nama pohon inilah pula konon nama desa Trunyan diperoleh, atau kependekan dari Taru Menyan.

Melanjutkan perjalanan ke arah dalam kuburan, jalanan tanah dipenuhi dengan taburan uang logam rupiah dengan nominal kecil, maupun uang kepeng yang terlihat berwarna kehitaman. Konon ini adalah bagian dari sesaji yang dihaturkan ketika mengiringi prosesi “pemakaman” jenazah.

Tidak lebih dari 10 meter berjalan sudah terlihat tumpukan tengkorak di atas sebuah “altar batu” di sisi kanan dan deretan “ancak saji” yang menutupi jenazah di sebelah kiri. Secara dimensi ukuran makam disini kira-kira sekitar dari 10 X 10 m, tidak seperti bayangan saya yang mengira bahwa ini adalah kompleks makam yang besar.

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

”Ancak Saji” Tempat Meletakkan Jenazah

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Jejeran Tengkorak di atas “altar” batu

Mencoba untuk lebih dekat dengan deretan “ancak saji” di sisi kiri, saya mendapati info bahwa salah satu jenazah baru diletakkan disini sekitar 15 hari saja. Penasaran, saya mendekat dan mencoba mengabadikan jenazah baru tersebut. Terlihat dengan jelas rahang atas dan bawah yang masih bergigi dan daerah di sekitar pipi masih diliputi jaringan pengikat seperti kulit. Ajaibnya tidak ada bau menyengat jenazah yang sedang dalam proses pembusukan, walaupun saya mencium “sedikit” bau yang tidak sedap, namun secara keseluruhan tidak ada bau busuk di udara. Belatung juga tidak terlihat mengerubungi jenazah, kehadiran nyamuk juga tidak saya rasakan disini, walaupun banyak wadah-wadah yang bisa menjadi sarang nyamuk potensial. Apakah mungkin pohon Taru Menyan mengeluarkan bebauan atau bahan kimia tertentu yang tidak disukai serangga? Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Secara tradisi, jumlah jenazah yang diletakkan di “ancak saji” hanya berjumlah 7 (ada pula yang menyebut 11)  saja, setiap ada jenazah baru yang diletakkan maka jenazah yang lama akan dikeluarkan. Tengkorak yang masih utuh akan diletakkan di atas “altar” batu yang disusun secara bertumpuk. Sedangkan tulang bagian tubuh lain akan diletakkan  di sisi kiri dari susunan “ancak saji” bercampur dengan wadah sesaji dan beragam sampah mulai dari sendal jepit hingga kemasan air mineral.

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Di bagian “altar batu” bisa disaksikan tumpukan tengkorak yang masih utuh, dan terlihat jelas tanda bahwa tengkorak di tumpukan bawah sudah berusia lebih tua daripada tumpukan di atasnya. Warnanya yang kusam dan dipenuhi dengan lumut menandakan sudah lama tengkorak-tengkorak itu ada disana. Berdasarkan info dari guide lokal, tengkorak tersebut sudah puluhan tahun berada disana. Menarik pula di tengah-tengah tumpukan tengkorak tersebut terdapat wadah yang berisi uang rupiah, yang dapat dipastikan belum lama diletakkan karena warnanya yang belum pudar termakan cuaca, tapi jumlahnya tidak seberapa banyak, apakah secara reguler ada yang mengumpulkannya untuk ditaruh di tempat lain? Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Eksotisme trunyan Bali | the atmojo

Dari penuturan pemandu kami, masih ada 2 makam lagi selain di sini, namun ketiganya memiliki peruntukan yang berbeda. Pekuburan yang sedang dikunjungi diperuntukkan untuk jenazah yang sudah menikah dan mati secara normal (tidak ada cacat), sedangkan untuk bayi ataupun belum menikah akan dimakamkan di sebuah gua yang konon letak nya dekat dengan desa, sedangkan jenazah yang mati karena kecelakaan, bunuh diri dan lainnya akan dimakamkan secara dipendam dalam tanah.

Secara keseluruhan kunjungan ke kuburan Trunyan sangat menarik, terutama bagi para pecinta wisata budaya.

Akan jauh lebih baik jika perjalanan ke sana bisa dilakukan dengan lebih teratur, misalnya dengan sistem tiket kapal yang lebih tertata rapi (saya menemukan contoh yang bagus di Green Canyon, Pangandaran) sehingga para pengunjung tidak kebingungan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Juga keberadaan pemuda bermotor yang menawarkan jasa penyeberangan dengan sedikit memaksa sebaiknya ditertibkan. Kebersihan di areal kuburan juga seharusnya menjadi perhatian dari para pemangku kepentingan setempat. Dan yang tidak kalah penting sebaiknya ada standarisasi informasi dari para guide lokal, bisa berupa leaflet ataupun media lain. Semoga masukan ini bisa terbaca yah Eksotisme trunyan Bali | the atmojo, demi kebaikan pariwisata di Kintamani dan Indonesia secara umum.

Bagi yang ingin menuju ke Trunyan, anda bisa menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari denpasar, menuju kawasan Danau Batur (Batur Geo Park) . Dari Penelokan anda bisa melanjutkan perjalanan menuruni bibir danau menuju pelabuhan Kedisan, Bila ada calo bermotor katakan saja anda akan berangkat melalui dermaga. Kalau memang terasa menggangu anda bisa melapor ke pos Polisi di dermaga. Setibanya di dermaga sebaiknya anda bertanya ke loket pembelian tiket dan biasanya akan diarahkan ke kapal yang akan ditumpangi, disana silahkan tawar-menawar dengan penyedia jasa penyebrangan.

Peta Trunyan


Lihat Makam Trunyan di peta yang lebih besar

Salam Jalan-jalan