Melanjutkan perjalanan saya di Natuna, target selanjutnya adalah Pulau Senoa atau Senua. Pelabuhan menuju Pulau Senoa hanya berjarak sekitar 20 menit perjalanan dari Pusat Kota Ranai. Menjadikan Pulau Senoa relatif lebih ramai jika dibandingkan dengan Pulau Panjang yang lebih “terpencil”.
Fasilitas yang dimiliki pun otomatis lebih lengkap dan lebih komersil. Bayangkan saja, untuk memarkir kendaraan di area pelabuhan, dikenai biaya resmi sebesar 10 ribu rupiah. Selepas memarkir mobil, kami langsung bergegas menuju pelabuhan dan bertanya tentang tarif penyeberangan sekaligus waktu tempuh yang dibutuhkan. Tiba-tiba, ada yang menawari kami jasa penyeberangan ekstra cepat dengan biaya yang sama dengan naik kapal “pom-pom” konvensional. Seberapa cepat? jawabannya, cuma sekitar 3 menit dibandingkan 15 –20 menit menggunakan kapal konvensional. Tanpa berpikir lagi, kami pun mengambil “paket” kapal cepat yang ditawarkan.
Dermaga apung menyambut kedatangan kami di Pulau Senoa. Sungguh terlihat modern, struktur dari dermaga apung ini meninggalkan kesan “terpeliharanya” fasilitas di pulau ini. Pulau Senoa ini memiliki bentang alam yang sungguh variatif, begitu sampai di dermaga kami disambut dengan jajaran batu cadas yang terjal di sebelah kiri, sedangkan di sebelah kanan menyuguhkan pasir putih yang landai.
Suasana sore itupun sungguh ramai, tak disangka ternyata bertepatan dengan berlangsungnya acara festival Senoa. Walaupun, saya sendiri agak bingung, sebetulnya acara festivalnya apa, karena saya hanya melihat ada panggung dengan beberapa orang (pengunjung – tampaknya) bergantian menyanyikan lagu dengan irama dangdut. Melewatkan saja panggung tersebut, kami mengarah ke pantai pasir putih yang terletak tidak jauh dari dermaga. Dengan berlatar puncak gunung Ranai di kejauhan Pulau Natuna, pantai ini sungguh menggoda mata, walaupun sedikit terkotori dengan keberadaan sampah. Info dari teman yang sebelumnya pernah kesini, kondisi pantai sebelumnya sangat lah bersih, jauh berbeda dengan hari ini.
Tidak berniat berenang, saya pun melanjutkan menyusuri pantai sebelah timur, dan menyaksikan pemandangan yang jauh lebih menarik, lebih bersih dan lebih sepi pengunjung. Dengan karakter pasir yang sangat halus seperti di pulau Panjang, pulau Senoa juga memiliki pantai yang landai dengan ombak yang sangat kecil. Perpaduan pasir putih, langit biru dan air jernih kehijauan, sungguh menggoda mata bukan?
Di kejauhan juga tampak sebuah daratan yang agak terpisah dari pulau utama, dengan struktur utama batuan cadas, dan dipisahkan oleh jalur sempit berpasir yang terendam air sebetis ketika surut. Merasa tanggung, kami pun langsung menerabas jalur untuk menuju “pulau” bermenara tersebut. Begitu mendekati “pulau”, sungguh kontras, yang tadinya jalur berpasir halus langsung tergantikan dengan batu-batuan seukuran telapak tangan. Harus ekstra hati-hati, batuan disini sangat licin.
Akhirnya setelah (sedikit) bersusah payah, kami mencapai “pulau” bermenara dengan saling bertanya bagaimana cara mencapai puncaknya. Gayung bersambut, ada beberapa pengunjung yang baru saja menuruni jalan setapak menuju puncak pulau. “Lewat sini mas, pemandangannya bagus di atas”, jawab pengunjung tersebut ketika kami tanya. Sebelum mulai menanjak, kami menikmati sebentar sebuah pemandangan lain berupa laguna yang ada di sisi kiri kami. Laguna ini memiliki air yang sangat tenang seperti layaknya kolam saja.
Langsung saja untuk meghemat waktu, kami langsung menanjak melalui jalan setapak yang curam, sehingga terpaksa harus berjongkok supaya tidak tergelincir. Ternyata tidak semudah harapan untuk menuju ke atas , setelah keringat bercucuran akhirnya sampai juga di puncak. Mata kami langsung disuguhi pemandangan laut lepas yang tidak berbatas, ditemani terpaan angin laut yang menyegarkan.
Air terlihat begitu kehijauan persis di depan mulut laguna, dan tetap tanpa ada ombak yang berarti. Dengan berhati-hati kami mengambil foto kenangan di atas sana, dan tidak berselang lama kami memutuskan untuk turun. Menempuh jalan turun ternyata lebih sulit, terasa lebih licin, sehingga harus ekstra hati-hati. Dan ternyata air dalam kondisi menuju pasang, jalan sempit yang tadi kami lalui sudah bertambah dalam (sedikit). Dan tanpa sengaja, kamera kesayangan sempat menyapa air laut karena posisi kaki yang goyah terpeleset batu. Panik, kamera langsung di power-off dulu dan sisa-sisa air dibasuh pakai baju. duhh… berharap tidak ada kerusakan yang berarti.
Sambil murung memikirkan nasib kamera, kamipun langsung beringsut menuju dermaga karena waktu yang sudah semakin sore. Sungguh mengasyikkan bisa menjelajahi sebagian kecil pulau Senoa. Kalau ada kesempatan bertandang kembali, tentulah seluruh Pulau nan cantik ini ingin dijelajahi.
Sampai jumpa lagi Senoa!
Comments