Definisi

Biodiesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel (solar) berbahan baku lemak hewani ataupun nabati yang mengandung gugus alkyl ester rantai panjang.

Bahan Baku

Biodiesel sesuai dengan definisinya dapat dibuat dari bahan baku minyak nabati ataupun hewani. Sifat kimia biodiesel yang dihasilkan sangat bergantung dari asal bahan bakunya, sehingga perbedaan bahan baku akan menghasilkan sifat biodiesel yang berbeda pula. Hal ini berbeda dengan bioetanol (bioethanol) yang kandungannya seragam apapun bahan bakunya. Komposisi kimia dari beberapa bahan baku biodiesel tercantum dalam tabel berikut (nilai dalam persentase).

Biodiesel – Bahan Bakar Alternatif Solar | the atmojo

  sumber : Organic Chemistry, W.W. Linstromberg, D.C. Heath and Co., Lexington, MA, 1970

Saat ini, bahan baku dari lemak nabati lebih dominan dan sudah mencapai skala industri. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang cukup produktif. Namun, penggunaan minyak kelapa sawit juga mendorong meningkatnya harga jual produk-produk lain yang berbahan baku sama (terutama minyak goreng).

Dalam pengembangannya, bahan baku dari minyak yang tidak dapat dikonsumsi (non-edible) manusia lebih diutamakan, karena dapat mencegah berkurangnya suplai dan meningkatnya harga pangan dunia.  Salah satu bahan baku yang sempat direkomendasikan untuk pengembangan biodiesel adalah jarak pagar (jatropha curcas). Jarak Pagar dinilai memiliki potensi untuk menjadi substitusi kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel. Namun Jarak Pagar membutuhkan penanganan pasca panen yang lebih sulit relatif terhadap kelapa sawit.

Biodiesel – Bahan Bakar Alternatif Solar | the atmojo

sumber: Panji Tri Atmojo, 2010

Setiap bahan baku biodiesel mengandung triglyceride yang akan direaksikan dengan alkohol untuk menghasilkan biodiesel. Bahan baku minyak juga mengandung asam lemak bebas (Free Fatty Acid) maupun air. Kadar asam lemak bebas (FFA) harus dikendalikan untuk menghasilkan biodiesel dalam jumlah maksimum. Asam lemak bebas akan membentuk sabun jika jumlahnya tidak dikendalikan dalam proses transesterifikasi (transesterification).

Proses Produksi

Biodiesel diproduksi dengan cara mereaksikan lemak (triglyceride) dengan alkohol dalam proses yang disebut transterifikasi. Reaksi tersebut menghasilkan biodiesel dan gliserol (glycerol) sebagai produk sampingan.

Biodiesel – Bahan Bakar Alternatif Solar | the atmojo

sumber: Panji Tri Atmojo, 2010

Proses pre-treatment yang dilakukan bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Secara umum dilakukan proses untuk mengekstraksi minyak dari bahan baku melalui proses pemerasan ataupun menggunakan pelarut CO2, serta pemurnian triglyceride dari komponen FFA dan air.

Keberadaan air akan menyebabkan triglyceride mengalami hidrolisis menjadi FFA dan pada akhirnya bereaksi dalam transesterifikasi menghasilkan sabun (saponification).

Proses transesterifikasi merupakan reaksi reversibel yang hasil reaksinya ditentukan oleh jumlah methanol yang digunakan. Proses ini dibantu katalis NaOH (Sodium Hydroxide) atau KOH (Potassium Hydroxide) untuk menciptakan suasana basa.

Penggunaan

Biodiesel dapat digunakan dalam kondisi murni atau campuran (blend) dengan bahan bakar petrodiesel. Campuran biodiesel menggunakan notasi “Bx” dalam menunjukkan persentase biodiesel, dimana x adalah nilai persentasenya. Beberapa contoh penggunaan notasi “Bx”:

  1. B100, mengandung biodiesel 100% atau biodiesel murni
  2. B20, mengandung biodiesel 20% dan petrodiesel 80%
  3. B5, mengandung biodiesel 5% dan petrodiesel 95%

Di Indonesia, Pertamina saat ini menyediakan produk biosolar dengan kandungan 2.5%. Pada awal peluncuran biosolar nilai biodiesel mencapai B5 atau 5% biodiesel, namun seiring dengan meningkatnya harga biodiesel dan tidak adanya peningkatan harga jual biosolar, kandungannya terpaksa diturunkan.

Biodiesel memiliki sifat lubrikasi-diri (self-lubricating) sehingga dapat mengurangi keausan pada komponen mesin. Namun, biodiesel juga memiliki efek buruk terhadap beberapa komponen mesin, yang terbuat dari rubber, tembaga, seng, timah atau besi. Mobil produksi sebelum tahun 1992 umumnya memiliki toleransi yang buruk terhadap penggunaan biodiesel.

Biodiesel juga memiliki angka cetane yang lebih tinggi dari petrodiesel, menurunkan jeda pengapian (ignition delay), sehingga cocok digunakan untuk mesin diesel kecepatan tinggi (high speed engine).

Emisi

Biodiesel secara teoritis tidak mengandung sulfur hingga dapat dikategorikan sebagai Ultra-low sulfur diesel (ULFD) dengan kandungan maksium sulfur 50 ppm (standar emisi EURO IV). Ditinjau dari segi emisi, pembakaran biodiesel menghasilkan emisi Sulfur dalam jumlah yang sangat kecil. Namun, seperti layaknya pembakaran bioethanol justru menghasilkan emisi NOx yang lebih besar dari petrodiesel.

Menurut data EPA (Environmental Protection Agency) pembakaran 1 Liter biodiesel akan menghasilkan sekitar 2.7 kg gas karbon dioksida.

Efisiensi Mesin

Penemuan mesin diesel diawali dari usaha untuk meningkatkan efisiensi mesin bensin (Otto). Dengan efisiensi mesin hingga 40%, mesin diesel hampir memiliki efisiensi 100% lebih baik dari mesin bensin yang rata-rata hanya 15-20%. Selain efisiensi mesin yang lebih tinggi, densitas energi dari bahan bakar diesel (petrodiesel atau biodiesel) juga lebih tinggi dibanding bahan bakar bensin. Dari keunggulan tersebut mesin diesel secara umum  memiliki fuel efficiency (jarak tempuh terhadap konsumsi bahan bakar) lebih tinggi dibanding mesin bensin.

Analisis Energi

Berdasarkan studi yang dilaksanakan oleh US DoE (Departemen Energi Amerika Serikat), dan USDA (Departemen Agrikultur Amerika Serikat) proses produksi biodiesel berbahan baku kedelai menghasilkan net energy balance 3.2. Yang berarti dibutuhkan 1 unit energi untuk menghasilkan 3.2 unit energi biodiesel. National Energy Board bahkan mengklaim bahwa proses produksi biodiesel menghasilkan net energy balance sekurangnya 4.5. Net energy balance untuk produksi biodiesel relatif jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi bioetanol dengan indeks 1.34.

Analisis Karbon Dioksida

Akibat positif dari tingginya net energy balance, maka emisi CO2 total yang dihasilkan dari proses produksi biodiesel B100 hingga digunakan pada kendaraan mengurangi 78.45% emisi dibandingkan dengan penggunaan petrodiesel.